Oleh: Dwi Fajariyanti
Remaja yang di
kenal sebagai generasi muda penerus bangsa, ternyata masih belum mampu
menyandang gelar sebagai pemuda Indonesia yang bangga terhadap bahasa Nasional.
Penggunaaan bahasa Indonesia di kalangan remaja masih sangat rendah, hal ini
disebabkan kurangnya minat remaja dalam menggunakan bahasa Indonesia yang
sesuai dengan kaidah bahasanya. Jarang sekali saya menemukan remaja yang
menggunakan bahasa Indonesia baku dalam kehidupan sehari-hari. Mereka lebih
bangga jika menggunakan bahasa asing dan bahasa gaul yang dirasa lebih menarik
dari bahasa Indonesia, bahkan remaja telah mencampuradukkan bahasa Indonesia
dengan bahasa Jawa ataupun bahasa asing. Sangat miris apabila terdengar oleh
telinga, seakan bahasa Nasional dianggap sebagai lelucon oleh pemudanya.
Padahal sudah sewajarnya remaja sebagai pemuda penerus bangsa mampu berbahasa
Indonesia secara baik dan benar, bangga akan bahasa nasionalnya serta
menunjukkan identitasnya sebagai bangsa Indonesia. Bagaimana suatu
negara bisa maju apabila pemudanya enggan untuk menunjukkan jati diri
bangsanya? Sebuah pertanyaan yang seharusnya bisa mengubah sikap remaja dalam
memperlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.
Faktor yang menyebabkan kurangnya
kesadaran remaja dalam berbahasa Indonesia adalah adanya faktor eksternal dan
internal. Diantara faktor eksternal tersebut adalah pengaruh lingkungan,
baik masyarakat maupun keluarga. Di lingkungan keluarga, kedua orang tua tidak
begitu mempermasalahkan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Asalkan
komunikasi dapat berlangsung, penggunaan bahasa tidak lagi dijadikan masalah,
baik itu menggunakan bahasa daerah, bahasa gaul, ataupun bahasa asing. Begitu
juga dalam masyarakat, jika latar belakang masyarakat tersebut adalah pelosok
desa, maka penggunaan bahasa Indonesia sangat jarang atau bahkan sama sekali
tidak digunakan. Masyarakat desa lebih mengutamakan penggunaan bahasa daerah
karena sudah menjadi kebiasaan secara turun temurun. Bahkan mereka akan merasa
asing jika menggunakan bahasa Indonesia, menganggap bahwa orang yang
menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya merupakan orang yang sok
iso, begitulah tanggapan dari masyarakat. Masyarakat tidak mengedepankan
penggunaan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Apapun itu bahasanya asalkan
komunikasi lancar, bahasa tidak lagi dipermasalahkan. Bahkan, perangkat desapun
jarang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika dalam lingkungan
tempat tinggal saja tidak ada yang mendukung penggunaan bahasa Indonesia,
bagaimana bisa seorang remaja mampu berbahasa yang baik dan benar. Telah kita
ketahui bahwa perubahan besar itu diawali dari perubahan yang kecil, yaitu dari
lingkungan tempat tinggal. Faktor eksternal yang selanjutya adalah, kurangya
peran pendidik yang berasal dari guru bahasa Indonesia sendiri. Bahasa
Indonesia telah menjadi mata pelajaran yang wajib sejak Sekolah Dasar, tetapi
guru hanya mengajar bagaimana cara berbahasa yang baik dan benar tanpa
diterapkan dalam kehidupan nyata, baik diterapkan dalam hal berkomunikasi
maupun dalam hal tulis menulis. Dari sini dapat kita pahami bahwa fungsi bahasa
Indonesia hanya sebagai pelajaran bukan pendidikan.
Sedangkan
faktor internal, berasal dari remaja itu sendiri. Kaum remaja identik dengan sosok yang masih dipenuhi oleh ego yang
sangat tinggi. Akibatnya mereka memiliki rasa gengsi dalam menggunakan bahasa
Indonesia. Mereka lebih suka menggunakan bahasa asing yang dikenal lebih hebat
dan keren dari Bahasa Indonesia. Alasan ini tidak bisa dipungkiri, bagi kaum
remaja bahasa Indonesia dipandang sebagai bahasa yang ketinggalan zaman, bahasa
yang hanya digunakan pada acara formal saja, sehingga terkesan membosankan.
Apabila sudah tidak terdapat lagi kesadaran dari remaja untuk berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, hal ini tentu akan memberikan dampak buruk bagi
remaja tersebut dan juga terhadap bahasa nasional. Dampak yang dapat terlihat
langsung adalah menurunnya tingkat sopan santun dari remaja dalam bertutur kata
dengan orang yang lebih tua. Bayangkan saja bagaimana jika seorang murid
berkomunikasi dengan gurunya menggunakan kata loe, gue, you, i am, sangat tidak
sopan bukan ? akan terasa beda jika menggunakan bahasa Indonesia, terkesan
lebih menghormati dan sopan, misal “Selamat siang bapak/ibu”, lebih enak untuk
didengar dan mudah dipahami oleh rekan tutur. Sedangkan secara tidak langsung
dapat mengancam rusaknya bahasa nasional. Jika tidak diperkuat kesadaran dalam
berbahasa Indonesia, bisa jadi bahasa nasional ini akan tergeser oleh bahasa asing
dan bahasa gaul.
Sudah sewajarnya kita mulai
intropeksi diri kita, jaga dan lestarikan bahasa Indonesia dengan cara
membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah
bahasanya. Ubahlah kebiasaan teman dan masyarakat sekitar untuk berbahasa
indonesia yang benar. Hilangkan rasa malu dan gengsi ketika berbahasa
Indonesia. Malu lah ketika kamu mengaku pemuda Indonesia tapi tidak bisa
berbahasa Indonesia. Ingat sebuah pesan ” Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya,
berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”
(Bung Karno). Oleh karena itu, peran pemuda sangat penting dalam kemajuan
bangsa Indonesia. Banggalah terhadap bahasa nasional dan mulailah berubah ke
arah yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar